The Island: How We Meet Each Other

 Pasca kejadian tersebut, seluruh kota lumpuh total. Sebagian gedung hancur disapu ombak. Beberapa bangunan lainnya habis tak bersisa, seolah bangunan itu tidak pernah ada sebelumnya. Dengan teknologi informasi yang canggih, berita gelombang tsunami ini tersebar dengan cepat. Hanya dalam waktu 20 menit pasca kejadian, seluruh dunia mengetahui tragedi yang terjadi di kota ini.

Pemerintah pusat segera mengirimkan bantuan. Begitupun dengan pemerintah di kota-kota sekitar yang tidak terkena dampak bencana. Dalam waktu satu jam pasca kejadian, belasan capung besi mulai berkeliaran mencari titik-titik yang aman untuk mendarat. Tenda-tenda darurat mulai didirikan. Evakuasi segera dilakukan. Beomgyu kini hanya menatap nanar kotanya yang hancur. Kondisi di sekitarnya pun tak jauh beda. Bangunan-bangunan lain di sekitarnya hancur, hanya menyisakan pondasinya. Puing-puing bangunan dan pepohonan berserakan dimana-mana. Bahkan Beomgyu dapat melihat beberapa tubuh manusia bergelimpangan. Hanya rumahnya saja yang masih berdiri kokoh.

Berita baiknya, hampir seluruh keluarganya selamat. Hanya tantenya saja yang ditemukan tewas. Berita buruknya, Taehyun belum ditemukan, bahkan setelah berhari-hari kemudian.

Evakuasi masih terus berjalan. Semakin hari, semakin banyak korban yang berhasil ditemukan. Sebagian ditemukan hidup, lebih banyak yang ditemukan tewas. Sampai seminggu berlalu, Beomgyu masih belum mendengar kabar mengenai Taehyun. Setiap hari anak itu melihat nama korban yang telah ditemukan, mencari nama Taehyun di antara ratusan nama yang masuk. Namun sejauh ini, hasilnya nihil.

Satu bulan pun berlalu. Kondisi kota kini jauh lebih baik. Puing-puing bangunan dan sisa pepohonan sudah dibersihkan. Memang, kotanya masih belum pulih benar. Nampak luar justru seperti kota mati. Setidaknya ia sudah dapat berkeliaran bebas di kotanya dengan mengendarai sepeda.

Di kota ini, hanya terdapat satu penampungan besar yang dikhususkan untuk anak-anak. Penampungan itu sebetulnya ialah sebuah rumah besar milik salah satu keluarga konglomerat di kota itu. Halaman rumahnya yang super luas dijadikan lahan tenda untuk kamar tidur, sekolah, serta ruangan penting lainnya. Sedangkan bagian dalam rumah sedang direnovasi. Rumah itu dijadikan penampungan tepat 5 hari pasca kejadian tersebut.

Keluarga Beomgyu menjadi donatur tetap bagi penampungan itu. Bantuan yang diberikan biasanya berupa bahan makanan. Terkadang keluarganya pun mengucurkan dana untuk biaya perbaikan.

Pada kesempatan ini, orang tuanya mengajak Beomgyu untuk mengunjungi penampungan tersebut. Anak itu nampak bersemangat sekali. Ia membawa sebagian mainannya serta beberapa buku. Ia pun membawa beberapa bungkus sandwich dan sari buah. Katanya agar bisa dimakan bersama.

Matanya berbinar saat melihat tenda-tenda penampungan. Ia datang saat seluruh anak di penampungan itu pulang sekolah. Beberapa anak menyambutnya. Ia dibantu kedua orang tuanya mulai membagikan snack yang ia bawa. Beberapa anak ia ajak untuk bermain bersama. Di beberapa tenda, Beomgyu ikut membantu anak-anak itu mengerjakan tugas. Anak itu betul-betul bertekad untuk menyenangkan hati setiap anak di penampungan ini. Ia bahkan bertekad untuk mengunjungi setiap tenda di penampungan ini. Orang tuanya hanya tertawa kecil melihat anaknya begitu bersemangat bergabung bersama anak-anak lainnya.

Saat sedang asyik-asyiknya bermain, sang ayah memanggilnya. Segera ia penuhi panggilan sang ayah. Ayahnya hanya berpesan agar Beomgyu tidak pergi keluyuran dan kembali ke area parkiran setelah pukul lima. Beliau tidak bisa memantaunya karena harus pergi menemui pemilik penampungan ini. Beomgyu hanya mengangguk patuh. Toh, ia tidak keberatan. Ia masih bisa bermain bersama teman-teman barunya selagi menunggu ayahnya.

Penampungan ini sebetulnya luas sekali. Ada sekitar tiga puluh tenda di penampungan ini. Empat tenda dibuat khusus untuk sekolah, sedangkan sisanya dijadikan tempat tidur. Setiap tenda diisi oleh enam orang. Dengan tekad tingginya itu, Beomgyu hanya dapat mendatangi enam belas tenda dalam kurun waktu empat jam. Ia agak sedih sebetulnya, tapi tak apa. Ia berjanji akan kembali keesokan harinya. Anak itu berpamitan dengan penghuni tenda 16. 

Beomgyu melihat jam dari ponselnya. Waktu memang sudah menunjukkan pukul lima, tapi area parkiran itu sepi. Tidak ada siapapun di sana. Melihatnya sebagai sebuah kesempatan, Beomgyu memutuskan untuk mengunjungi tenda 17. Katanya, tenda 17 ini diisi oleh anak laki-laki. Beomgyu sengaja membawa bola agar dapat dimainkan bersama. Saat masuk ke dalam, Beomgyu langsung mendapat sambutan dari para penghuninya. Mereka sedang mengobrol saat Beomgyu masuk. Seseorang segera mengajaknya untuk ikut mengobrol bersama mereka.

"Hey, Beomgyu! Ayo kita cerita-cerita!"

Anak itu sedikit terkejut saat seseorang memanggil namanya. Bukankah ia belum memperkenalkan dirinya? Baru saja hendak bertanya, matanya tiba-tiba terasa memanas saat melihat siapa orang yang telah memanggilnya. Beomgyu yang baru saja datang, belum sempat memperkenalkan diri, tiba-tiba saja menangis.

"Taehyun..." Anak itu bergumam lirih. Meskipun begitu, seisi tenda mampu menebak apa yang diucapkan oleh Beomgyu. Kang Taehyun yang ternyata berada di tenda itu tertawa kecil. Ia menghampiri kawannya itu, lantas mencoba menenangkan anak itu dengan memeluknya. Ia pun mengenalkan Beomgyu pada penghuni tenda lainnya untuk menghindari suasana canggung.

"Ini namanya Choi Beomgyu. Dia dulunya temen sekelas aku. Dia juga salah satu anak dari donatur di sini."

Anak-anak tenda yang lain mengangguk mendengar penjelasan Taehyun. Beomgyu masih berusaha mengendalikan dirinya. Perasaannya campur aduk saat melihat sosok Taehyun. Antara senang, sedih, kesal, semuanya bercampur menjadi satu.

"Kenapa nggak ngasih kabar kalo kamu ada di sini, bodoh! Aku nyariin kamu hampir tiap hari." Sekonyong-konyong Beomgyu memukul Taehyun. Ia benar-benar kesal. Tidak tahukah dia bahwa dirinya selalu mengkhawatirkannya setiap hari?

"Udah. Ayo gabung sama yang lain." Balas Taehyun seraya tersenyum.

Beomgyu yang sudah merasa lebih tenang akhirnya mengangguk. Ia pun ikut duduk, bergabung bersama yang lain.

"Maafin aku ya, semua. Aku kesel banget sama anak satu ini. Bisa-bisanya nggak ngabarin padahal aku nyariin dia setiap hari." Beomgyu menghela nafasnya pelan sebelum melanjutkan ucapannya.

"Anyway, kalian kan udah tau nama aku nih. Ayo, sebutin juga nama kalian biar aku tau juga."

Seseorang segera mengangkat tangannya.

"Nama aku Haechan. Ya, bisa dibilang aku yang paling tua di sini. Salam kenal, ma bro!" Mereka saling berjabat tangan. Setelahnya, Beomgyu mencatat nama 'Haechan' di notebook-nya.

"Kenalin, Gyu. Aku Jerome, yang paling ganteng di sini."

Beomgyu tertawa sejenak mendengar perkenalan yang nyentrik ini, sedangkan Jerome langsung mendapat pukulan dari Haechan.

"Kepedean!"

Jerome meringis menerima pukulan itu. Namun, ia tetap berusaha membela diri setelahnya.

"Ya emang ganteng, kok."

Haechan hanya memasang tampang malas.

"Aku Asahi. Orang-orang biasa manggil aku 'Asa'."

"Okelah. Salam kenal ya, Sa!"

Asahi hanya merespon dengan anggukan.

"Nama aku Sunghoon. Salam kenal!"

Sunghoon mengulurkan tangannya. Beomgyu segera menjabat tangan itu. Setelahnya, ia kembali mencatat sebuah nama di notebook-nya.

Dan kini hanya tersisa satu orang. Semua orang di tenda menunggu anak itu memperkenalkan dirinya. Ia sedari tadi memang tidak bergabung dengan kumpulan itu. Ia hanya duduk di pojokan dan melamun. Nampaknya ia juga tidak sadar bahwa semua orang kini menunggunya.

"Kai!" Jerome menegur, mencoba menyadarkan anak di pojokan itu. Anak itu sedikit tersentak, lantas nyengir lebar. 

"Hehe, maaf ya. Halo, Beomgyu. Nama aku Hueningkai. Orang-orang biasa manggil aku Kai."

Anak bernama Hueningkai itu bahkan tidak mencoba menghampiri kumpulan itu untuk -setidaknya- menjabat tangan Beomgyu seperti yang lainnya. Ia hanya mengatupkan tangannya sebagai pengganti jabat tangan. 

"Lagi mikirin apa sih, Kai? Ayo, sini gabung!" Haechan mencoba mengajaknya bergabung. Namun anak itu justru mencoba untuk menolak tanpa membuat yang lain merasa tersinggung.

"Ah, silahkan aja! Aku gapapa, kok!" 

Beomgyu menatap Hueningkai dengan penuh keheranan. Dahinya mengerut. Pikirannya mulai bertanya-tanya, "Bagaimana bisa seseorang ini menolak bergabung dengan yang lainnya? Hal itu memang bisa disebut baik-baik saja, ya?"

"Gabisa begitu dong!" Beomgyu mulai berseru. "Kalo mau begitu, kamu harus jelasin alasannya. Kalo kamu gabisa jelasin, aku bisa lho mindahin kamu dari penampungan ini."

Mendengar ucapan Beomgyu barusan, Hueningkai yang merasa terintimidasi akhirnya memilih untuk bergabung.

Begitulah. Beomgyu menghabiskan sisa waktunya bersama penghuni tenda 17. Beomgyu senang melihat kawannya ternyata selamat. Ia juga senang dapat berbaur dengan anak-anak lainnya. Namun, suatu kesedihan masih bersarang di dalam hatinya. Walaupun ia melihat ekspresi Taehyun selalu baik, namun ia lebih banyak diam. Walaupun ia yang mengajak dirinya ikut bercerita, justru Taehyun yang sedari tadi bungkam. Ia tahu, Taehyun tidak sedang baik-baik saja. Dan Hueningkai... Anak itu mengkhawatirkan.



-Tbc.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Island: Yeonjun & Soobin

The Island: A Plan