The Island: Prolog

 Siapa yang pernah menyangka akan terjadi suatu tragedi di hari itu? Tidak ada yang menyangkanya. Karena lihatlah! Pada hari itu, semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Anak-anak pergi ke sekolah. Orang dewasa mulai bekerja. Setiap toko mulai menjajakan dagangannya. Para guru dengan semangat dan dedikasi tinggi mulai menyebarkan ilmunya pada anak didiknya. Semua berjalan seperti biasanya.

Dan lihatlah anak itu! Seorang bocah berusia 9 tahun tengah duduk santai di taman. Sepagi itu, ia memang tidak berangkat sekolah. Sekolahnya baru akan dimulai pukul 11 siang, masih 2 jam lagi dari sekarang. Ia sedang menghubungi teman sekelasnya yang bahkan baru bangun tidur saat ia melakukan panggilan video.

"Oh, Taehyun..." Ujarnya dari balik telepon. Anak itu menguap lebar sebelum menyunggingkan senyumnya. Taehyun menggelengkan kepalanya.

"Lho, baru bangun? Udah jam berapa ini?" 

Seseorang di seberang telepon itu hanya nyengir lebar. Ia masih mengumpulkan nyawa rupanya.

"Hehe, semalem abis maen game. Baru tidur jam 2 malam."

Taehyun kembali menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan tingkah kawannya yang bernama Choi Beomgyu ini.

"Kamu sekarang lagi dimana, Hyun?"

"Di taman. Tadi abis jalan-jalan bareng kakak. Sekarang lagi istirahat."

Beomgyu hanya mengangguk. Dari layar, terlihat anak itu mulai beranjak dari kasurnya. Taehyun dapat menebak, anak itu pasti sedang menuju ke ruang makan.

"Hyun, pulang sekolah mampir dulu, yuk, ke rumah. Orang tua aku udah berangkat lagi ke pulau seberang. Kakak juga abis nganter langsung pergi ke kampus. Nanti sendirian doang nih di rumah!"

Taehyun nampak berpikir. Tawaran yang bagus sebetulnya, tapi ia teringat bahwa hari ini orang tuanya akan pulang setelah 2 bulan berada di luar kota.

"Nggak dulu, Gyu. Orang tua aku hari ini pulang. Aku mau nyiapin sambutan buat mereka bareng kakak."

Beomgyu nampak kecewa, namun ia segera menemukan ide brilian untuk menghapus rasa bosannya sepulang sekolah nanti.

"Aku ikut deh! Boleh nggak? Nanti aku bantu bikin dekorasinya deh!"

Taehyun mengangguk antusias. Tentu saja boleh! Pasti akan menyenangkan menghias bersama.


Memang tidak ada yang menyangkanya. Dan memang secepat itu kejadiannya.


Taehyun bahkan masih menyunggingkan senyumnya saat orang-orang di sekitarnya mulai berlarian dengan wajah panik. Bahkan Beomgyu sedang sarapan dengan santai di rumahnya saat melihat Taehyun yang wajahnya berubah bingung.

"Kenapa, Hyun?"

"Ini orang-orang pada lari-lari kenapa, ya?"

Belum sempat mereka tahu jawabannya, sirine tanda bahaya terdengar meraung-raung di setiap gedung-gedung kota. Seketika raut wajah Taehyun berubah pucat. Ia ketakutan, dan kini ia sendirian di taman kota. Beomgyu di seberang sana berlari melihat jendela, hanya untuk menyadari orang-orang di luar sana pun mulai berlarian menuju rumahnya. Beomgyu berteriak memanggil pembantu di rumahnya, menanyakan kondisi terkini. Di saat itulah, Taehyun mendapat notifikasi darurat. Belum selesai pula ia membaca notifikasi itu, seseorang sudah menariknya, membawanya berlari menuju tempat evakuasi. Beruntung, seseorang itu ialah kakak perempuannya. Taehyun sedikit tenang melihat sang kakak, namun ketakutannya pun semakin menjadi saat mengingat isi notifikasi barusan.


“[Notifikasi Darurat] Gelombang Tsunami setinggi 10 meter sedang bergerak menuju kota. Segera berlindung di tempat yang aman!”


Begitulah isi notifikasi barusan. Taehyun bahkan sudah mulai menangis sekarang. Ia sangat ketakutan. Bahkan ia tidak menyadari bahwa sambungan telepon masih terhubung. Beomgyu mencoba memanggil Taehyun berkali-kali, mengajaknya untuk pergi ke rumahnya. Rumahnya memiliki pertahanan terbaik. Didesain dengan konsep dan material terbaik sehingga dapat menahan guncangan hebat. Dan yang terpenting, lokasi rumahnya lebih dekat dari tempat evakuasi. Namun jangankan mendengar, Taehyun sadar pun tidak.

"Jangan nangis. Kita sebentar lagi sampai kok." Kakaknya mencoba menenangkan Taehyun yang sudah beberapa kali tersandung karena menangis. Beomgyu masih berusaha meneriaki Taehyun. Beruntung setelah ditenangkan kakaknya, ia mampu mendengar teriakan Beomgyu di seberang sana.

"Puji Tuhan! Ayo ke rumah aku sekarang! Rumah aku tahan Tsunami. Ayo!"

Menyadari posisinya lebih dekat ke arah rumah milik keluarga Beomgyu, Taehyun segera mengajak kakaknya berlari kesana. Kini keduanya beralih mengikuti saran Beomgyu. Beomgyu menanti kawannya ini dengan penuh harap. Namun apalah yang dapat dilakukan bila takdir berkata lain. Di saat keduanya mulai melihat gerbang rumah keluarga Beomgyu, saat Taehyun yang mulai optimis mencoba memaksakan kakinya untuk berlari lebih cepat, di saat itulah gelombang tsunami mulai menyapu semua yang ada di hadapannya. Rumahnya bergetar menahan guncangan. Dalam hitungan detik, Taehyun beserta kakaknya ikut tersapu gelombang tsunami. Sambungan terputus seketika. Beomgyu berteriak kalap memanggil-manggil kawan baiknya itu. Pembantunya mencoba menenangkan Beomgyu. Sayangnya, anak itu tidak dapat ditenangkan semudah itu. Ia justru menatap ke luar jendela. Gelombang tsunami menyapu bersih sekitarnya. Anak itu menatap nanar, berharap ia dapat menemukan Taehyun diantara gelombang itu. Sang pembantu menenangkan Beomgyu yang sudah menangis kencang, mencoba mengalihkan pandanganya dari jendela.

"Sebaiknya kita doakan keselamatan mereka, Tuan Muda. Pasti mereka baik-baik saja."

Beomgyu hanya mengangguk. Ia menurut saat sang pembantu membawanya pergi untuk beristirahat di kamarnya. Ia juga tahu, tidak ada yang dapat dilakukan selain mendoakan mereka.

Secepat itu kejadian tersebut berlalu. Seluruh kota kini luluh lantak, menyisakan kesedihan yang mendalam. Pada saat itu, tidak ada seorangpun yang menyangka bahwa kotanya akan hancur hanya dengan sapuan ombak.



-Tbc.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Island: Yeonjun & Soobin

The Island: A Plan

The Island: How We Meet Each Other